A. Pengertian BI-RTGS
“Sistem Bank
Indonesia-Real Time Gross Settlement, yang selanjutnya disebut Sistem BI-RTGS,
adalah suatu sistem transfer dana elektronik antar peserta dalam mata uang
rupiah yang penyelesaiannya dilakukan secara seketika per transaksi secara
individual”. Sistem BI-RTGS adalah proses penyelesaian akhir transaksi
(settlement) pembayaran yang dilakukan per transaksi (individually processed /
gross settlement) dan bersifat real time (electronically processed), dimana
rekening peserta dapat didebit/dikredit berkali-kali dalam sehari sesuai dengan
perintah pembayaran dan penerimaan pembayaran.
Setidaknya
ada tiga alasan pokok mengapa BI memakai settlement melalui RTGS. Alasan
pertama, jika membuka kembali literatur dan merujuk hasil studi empiris, ada
semacam kesadaran baru dari bank-bank sentral di seantero jagad ini untuk
mengelola Large Value Transfer System (LVTS). Sistem BI-RTGS dapat mengurangi
risiko sistemik. Yang dimaksud dengan risiko sistemik adalah risiko kegagalan
salah satu peserta dalam memenuhi kewajiban yang jatuh tempo. Kegagalan bayar
ini akan membuat peserta bank lain juga ikut terancam. Bahkan dalam situasi
ekstrem, gagal bayar ini berpotensi memicu kesulitan finansial yang lebih luas
yang dapat mengancam stabilitas sistem pembayaran.
B. Penyelenggara BI-RTGS
Penyelenggara
sistem BI-RTGS dalam hal ini adalah Bank Indonesia selaku bank sentral.
C. Tujuan BI-RTGS
1.
Menyediakan sarana transfer
dana antar peserta yang lebih cepat, efisien, andal dan aman.
2.
Kepastian settlement dapat
diperoleh dengan lebih segera (irrevocable dan unconditional).
3.
Menyediakan informasi rekening
peserta secara real time dan menyeluruh.
4.
Meningkatkan disiplin dan
profesionalisme peserta dalam mengelola likuiditasnya.
5.
Mengurangi risiko-risiko
settlement.
D. Manfaat BI-RTGS
1.
Pengiriman transfer dana lebih
aman, dengan jaminan keamanan sistem penyelenggaraan.
2.
Pengiriman transfer dana lebih
cepat dengan jaminan dapat diterima oleh nasabah penerima pada hari yang sama.
E. Mekanisme Settlement
Mekanisme
penyelesaian transaksi antar bank saat ini terdapat dua mekanisme yaitu melalui
sistem kliring dan BI_RTGS. Sistem kliring menggunakan metode net settlement
yaitu proses penyelsaian akhir transaksi-transaksi pembayaran yang dilakukan
pada akhir priode dengan melakukan offsetting antara kewajiban-kewajiban
pembayaran dengan hak-hak penerimaan sehingga hanya ada 1 net hak atau
kewajiban yang akan disettle untuk masing-masing rekening bank.. BI-RTGS
menggunakan sistem gross settlement yaitu setiap transaksi diperhitungkan
secara individual.
Dalam
transaksi tersebut antara sistem kliring dan sistem BI-RTGS juga memiliki
perbedaan dalam nominal. Jumlah nominal yang kurang dari Rp.100.000.000maka transaksi tersebut melelui
sistem kliring, untuk transaksi yang lebih dariRp.100.000.000 maka
melalui sistem BI-RTGS.
Secara umum mekanisme transaksi transfer dana antara peserta BI-RTGS adalah :
1.
Peserta pengirim menginput
credit transfer ke dalam terminal RTGS (RT) untuk selanjutnya ditransmisikan ke
RCC di Bank Indonesia.
2.
Selanjutnya, RCC memproses
credit transfer dengan mekanisme sebagai berikut :
a.
Mengecek kecukupan saldo apakah
saldo rekening giro peserta pengirim lebih besar dari atau sama dengan nilai
nominal credit transfer.
b.
Jika saldo rekening giro
peserta pengirim mencukupi akan dilakukan posting secara simultan pada rekening
giro peserta pengirim dan rekening giro peserta penerima.
c.
Jika saldo rekening giro
peserta pengirim tidak mencukupi, credit transfer tersebut akan ditempatkan
dalam antrian (queue) sistem BI-RTGS.
3. Informasi credit transfer yang
telah diselesaikan (settled) akan ditransmisikan secara otomatis oleh RCC ke RT
peserta pengirim dan RT peserta penerima.
Peserta
BI-RTGS
Peserta
sistem BI-RTGS adalah seluruh bank yang dikelompokan dalam peserta langsung dan
peserta tidak langsung. Peserta lansung adalah peserta yang dapat secara
lansung melakukan transaksi dengan menggunakan sistem milik bank peserta
sendiri. Peserta tidak langsung tidak dapat melakukan transaksi melalui sistem
RTGS milik peserta melainkan melalui RTGS milik Bank Indonesia.
Status peserta BI-RTGS :
a.
Peserta aktif
Yaitu pesrta
yang dapat mengirim keluar, menerima masuk dan melakukan seluruh fungsi lainnya
dalam RTGS Terminal.
b. Peserta ditangguhkan
Yaitu peserta
yang dapat menerima transfer masuk, melakukan seluruh fungsi laian dalam RTGS
Terminal namun tidak dapat mengirim transfer keluar. Hal biasanya disebabkan
karena saldo rekening tidak mencukupi sampai dengan cut off time, adanya
permintaan tertulis dari pihak yang berwenang dalam melakukan pengawasan
peserta.
c. Peserta dibekukan
Yaitu
peserta yang tidak dapat mengirim transfer keluar dan tidak dapat menerima
namun dapat melakukan fasilitas enquiry. Salah satu penyebabnya adalah adanya
permintaan dari pihak yang berwenang dalam pengawasan peserta.
d. Peserta ditutup
Peserta yang
tidak dapat melakukan transaksi, seluruh transaksi ditolak oleh RCC. Karena
permintaan dari pihak berwenang dan keputusan merger, akuisisi, konsolidasi
atau pencabutan izin usaha Bank.
F.
Resiko-Resiko Sistem Pembayaran
Dari sisi
pengelolaan risiko dalam penyelenggaraan kliring yang bersifat multilateral
netting, saat ini belum ada suatu mekanisme untuk mengantisipasi kemungkinan
kegagalan peserta dalam memenuhi kewajibannya pada penyelesaian akhir atas
hasil kliring.
Secara umum terdapat dua jenis risiko dalam sistem pembayaran yakni risiko kredit dan risiko likuiditas. Risiko kredit adalah risiko dimana counterparty tidak dapat memenuhi kewajibannya untuk membayar secara penuh baik pada saat jatuh tempo maupun pada saat sesudahnya.
Secara umum terdapat dua jenis risiko dalam sistem pembayaran yakni risiko kredit dan risiko likuiditas. Risiko kredit adalah risiko dimana counterparty tidak dapat memenuhi kewajibannya untuk membayar secara penuh baik pada saat jatuh tempo maupun pada saat sesudahnya.
Termasuk
dalam kategori risiko ini adalah unrealized gains atas kontrak-kontrak yang
gagal dilaksanakan (replacement cost risk) dan yang lebih parah lagi adalah
risiko tidak terbayarnya suatu transaksi secara keseluruhan (principal risk).
Sedangkan risiko likuiditas adalah risiko dimana counterparty tidak mampu
membayar secara keseluruhan pada saat jatuh tempo melainkan membayar sesudah
jatuh tempo. Hal ini tentu akan dapat menimbulkan kesulitas likuiditas bagi
peserta penerima yang pada gilirannya nanti mungkin akan meningkatkan cost of
fund dari peserta karena harus mencari dari money market dengan cepat.
Selaku Bank penyelenggara, Indonesia harus mengawasi jalannya sistem BI-RTGS untuk mengantisipasi adanya resiko sebagaimana tersebut di atas. Bank Indonesia juga harus konsen terhadap Systemic risk yang mungkin terjadi dalam lalu lintas pembayaran. Systemic risk adalah risiko kegagalan salah satu peserta dalam memenuhi kewajibannya yang jatuh tempo sehingga menyebabkan peserta lain juga mengalami kesulitan likuiditas yang pada gilirannya menjadi tidak mampu memenuhi kewajiban-kewajibannya.karena dikhawatirkan hal tersebuit dapat memicu kesulitas finansial yang dapat menggangu dalam lalu lintas pembayaran.
Sebagai akhir yang diharapkan dari adanya sistem BI-RTGS ini yaitu:
1.
dengan adanya BI-RTGS
diharapakan resiko-resiko dapat diminimalisir, dengan adanya kemampuan
melakukan transfer secara real time diharapakan mampu mengurangi resiko dalam
proses settlement karena trnsaksi dilaksanakan apibila jumlah saldo mencukupi.
2.
Dengan adanya BI-RTGS
diharapakan mampu mencukupi kebutuhan pihak yang dengan tersedianya mekanisme
pembyaran yang relatif sangat cepat. Biasanya hal ini sangat dibutuhkan untuk
transaksi jual beli saham/skuritas.
3.
Dengan implementasi BI-RTGS
diharapkan mampu mengurangi systemic risk. Resiko ini dapat dikurangi dengan
toiga cara: Pertama, penurunan secara signifikan intraday interbank exposure
akan dapat mengurangi kemungkinan ketidakmampuan suatu peserta dalam menutup
kerugian atau menutup kekurangan likuiditas karena peserta lain tidak mampu
memenuhi kewajibannya. Kedua, sistem BIRTGS akan dapat mencegah kemungkinan
terjadinya unwinding payment yang dapat merupakan penyebab terjadinya systemic
risk dalam net settlement. Ketiga, karena peserta dapat melakukan settlement
setiap saat selama window time, maka waktu settlement tidak lagi hanya terfokus
pada suatu waktu tertentu saja. Hal ini akan memberikan waktu yang cukup bagi
peserta untuk menyelesaikan kesulitan likuiditasnya dengan cara meminjam dari
peserta lain atau menunggu incoming transfer dari peserta lain.